Headlines News :
Home » , , » Pelaku Orang Terdekat, Korban Tidak Nyaman Tinggal di Rumahnya, Kekerasan Seks Rata-rata 3 Kasus/Minggu

Pelaku Orang Terdekat, Korban Tidak Nyaman Tinggal di Rumahnya, Kekerasan Seks Rata-rata 3 Kasus/Minggu


Merebaknya kasus kekerasan seksual anak di Kota Denpasar, menurutnya harus jadi prioritas perhatian oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar. “Supaya citra Denpasar sebagai kota budaya tidak berubah menjadi kota sodomi,” ujarnya. Karena itu pihaknya mendesak Pemkot Denpasar mendirikan shelter atau rumah aman bagi anak-anak korban kekerasan seksual. “Rumah aman itu sebagai tempat singgah bagi anak-anak korban kekerasan seksual selama proses hukumnya berjalan,” jelasnya. Dengan rumah aman atau shelter tersebut, para korban yang kebanyakan berasal dari kelas menengah ke bawah bisa memanfaatkan rumah yang bisa memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan selama proses hukum terhadap pelaku berlangsung. “Kondisi psikis para korban biasanya tidak nyaman kalau tinggal di rumahnya. Gbr Ist
DENPASAR - Kasus kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual harus menjadi perhatian serius seluruh lapisan masyarakat. Pasalnya, rata-rata dalam kurun waktu sepekan, Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu, Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar menangani tiga kasus kekerasan seksual terhadap anak. “Dalam satu minggu rata-rata ada tiga anak yang saya tangani kasusnya. Belum lagi anak-anak lain yang ditangani oleh teman aktivis lain,” jelas Siti S, aktivis P2TP2A, Jumat (6/6).

Banyaknya kasus kekerasan pada anak yang terjadi di Denpasar, membuat Siti berani mengatakan bahwa Denpasar merupakan tempat yang tidak aman dan tidak nyaman untuk anak-anak. Saat ini Siti tengah menangani lima kasus kekerasan seksual anak. “Dua di antaranya sudah dilimpahkan ke kejaksaan,” ungkapnya. Siti berharap, proses hukum berpihak kepada korban dengan memberikan hukuman yang berat kepada pelaku. Dengan demikian, akan memberikan efek jera bagi pelaku lain di Kota Denpasar.

Siti yang juga tim kuasa hukum P2TP2A selalu mengadvokasi korban kekerasan seksual anak di Kota Denpasar. Ia sangat menyesalkan, peristiwa demikian justru terjadi di Kota Denpasar yang dicitrakan sebagai kota budaya. Merebaknya kasus kekerasan seksual anak di Kota Denpasar, menurutnya harus jadi prioritas perhatian oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar. “Supaya citra Denpasar sebagai kota budaya tidak berubah menjadi kota sodomi,” ujarnya. Karena itu pihaknya mendesak Pemkot Denpasar mendirikan shelter atau rumah aman bagi anak-anak korban kekerasan seksual. “Rumah aman itu sebagai tempat singgah bagi anak-anak korban kekerasan seksual selama proses hukumnya berjalan,” jelasnya. Dengan rumah aman atau shelter tersebut, para korban yang kebanyakan berasal dari kelas menengah ke bawah bisa memanfaatkan rumah yang bisa memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan selama proses hukum terhadap pelaku berlangsung. “Kondisi psikis para korban biasanya tidak nyaman kalau tinggal di rumahnya. Apalagi kalau pelakunya merupakan orang terdekat. Korban akan merasa terawasi dan terintimidasi pelaku. Maka dari itu keberadaan shelter itu nantinya mencegah korban dari intimidasi pelaku,” kata Siti.

Mendirikan rumah aman itu, menurut Siti, sebagai wujud tanggung jawab pemerintah (Pemkot Denpasar) untuk memberikan perlindungan kepada korban, dan sebagai bentuk dukungan pemerintah dalam perjuangan melawan pelaku kekerasan seksual anak. Meski perhatian Pemkot Denpasar pada kepedulian untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual dengan membentuk P2TP2A sangat diatensinya, namun diharapkan membangun rumah aman itu perlu dipenuhi Pemkot Denpasar.



propinsibali.com_____
sumber : NusaBali
Share this article :

Pengunjung Blog Ini:


Recent Post

Popular Posts

The Others News

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Badung - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen