Headlines News :
Home » , » Ogoh-ogoh Raksasa dari Kedaton, 100 Persen Dari Bahan Bambu

Ogoh-ogoh Raksasa dari Kedaton, 100 Persen Dari Bahan Bambu

PENILAIAN - Tim Juri Seleksi Ogoh-ogoh se-Kota Denpasar datang ke Banjar Kedaton, Kesiman melakukan penilaian, Kamis (12/3).
Tuntas sudah hasil karya pemuda dari Sekaa Teruna (ST) Yowana Dharma Krethi, Banjar Kedaton, Kelurahan Kesiman selama 1,5 bulan. Mereka membuat ogoh-ogoh Sangkala Bairawa dengan tinggi 4 meter dan bobot hampir 1 ton.

MATA sang arsitek, Putu Ardika alias Komar masih sembab dan merah. Beberapa hari belakangan ini, ia harus begadang merampungkan Sangkala Birawa dengan 200 rekan pemuda dari ST Yowana Dharma Krethi, Kelurahan Kesiman. Pria berusia 32 tahun ini mengaku, inspirasinya datang begitu saja saat menuangkan ide ke dalam kertas sebelum diulat bersama oleh para pemuda ST Yowana Dharma Krethi.

“Apa yang aku pikirkan saja, sisanya untuk cerita di sini ada dalangnya,” ujarnya.

Sambil menunggu Tim Juri Seleksi Ogoh-ogoh Kota Denpasar datang menghampiri banjarnya, ia menceritakan kesulitan pembuatan dengan total ulatan bambu adalah dalam tahap kerapian dan bahan kertas yang digunakan.

“Kendala terbesar pas hujan, tapi bagusnya dengan sistem ini kami bisa kerja sama secara kolektif. Kalau pakai gabus yang kerja hanya siapa yang bisa buat saja,” katanya.

Memasuki pukul 13.30 Wita, tim juri datang dengan beberapa mobil plat merah. Sontak semua pemuda langsung turun dari bale banjar. Mereka menyambut para tim juri. Kepada tim juri juga diceritakan ihwal apa yang mereka buat dan dipajang di pinggir jalan depan banjar. Komar dan Ketua ST Yowana Dharma Kerthi, Ari Amerta Yoga menegaskan, mereka membuat ogoh-ogoh ini 100 persen ulatan bambu dengan aksesoris dari bahan alami seperi daun.

Menurut Ari Amerta, konsep ogoh-ogoh yang mereka buat diambil dari kisah Siwa dengan judul Sangkala Bairawa. Mengisahkan Dewa Siwa yang rindu dengan Dewi Parwati setelah dikutuk sebagai Durga Bairawi. Dewa Siwa sangat ingin bertemu dengan Dewi Parwati dalam wujud itu, maka Siwa merubah wujudnya menjadi Sangkala Bairawa. Lalu berjalan ke Setra Gandamayu. Akhirnya mereka bertemu dan bercengkrama.

Menurut Ari, ogoh-ogoh ini dibuat selama 1,5 bulan bersama 200 lebih pemuda. Mereka menuntaskannya setiap hari saat petang hingga subuh.

“Kami kabari pemuda untuk datang ke balai banjar pukul 19.00 Wita, sepulang kerja dan kuliah untuk meramaikan dan membantu. Saya yakin, kami masuk nominasi 8 besar kalau melihat syarat dari Disbud Denpasar,” ujarnya.

Sebab pada dasarnya, kata dia, Banjar Kedaton memang terkenal dengan ulatannya, sehingga mereka pun memutuskan membuat ogoh-ogoh 100 persen dari ulatan. Ini sekaligus untuk menonjolkan ulatan tradisi dari banjar ini.

Ada 50 batang bambu yang digunakan setelah pembuatan mal. Bambu ini diambil dari Taman Festival, sementara sisa bahan lainnya mereka membeli dengan kas sekaa.

“Biayanya jauh lebih murah daripada memakai styrofoam, cuma menghabiskan Rp 5 jutaan saja,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Sekaa Teruna (ST) Putra Kencana, Banjar Dauh Tangluk, Kelurahan Kesiman, AA Ngurah Anom Sanjaya mengatakan, dirinya sempat ditanya pihak Kelurahan Kesiman, terkait spanduk protes atas kesimpangsiuran syarat pembuatan ogoh-ogoh tahun ini. ST Putra Kencana Banjar Dauh Tangluk membentangkan spanduk bernada protes di depan banjar mereka di Jalan WR Supratman.

“Saya ditanya masalah spanduk ini, saya bilang aja untuk menyuarakan dan mengkritik sistem pemberian informasi terkait seleksi ogoh-ogoh Kota Denpasar,” ujarnya, Kamis (12/3), usai didatangi panitia seleksi ogoh-ogoh.

Ia mengakui, memang ada miskomunikasi, namun Gung Sanjaya berharap ini juga digunakan sebagai bahan evaluasi Disbud Denpasar dalam ajang lomba ogoh-ogoh ke depan. Sehingga nantinya, informasi bisa turun langsung ke sekaa secara lebih terperinci.

“Ya kami akui memang ada miskomunikasi, namun harusnya tata cara pemberian informasi bisa lebih mendetail hingga ke bawah. Ya astungkara tahun depan akan lancar dan tidak gabeng lagi,” ujarnya.

Kepala Seksi (Kasi) Dokumentasi dan Humas Dinas Kebudayaan Denpasar, I Made Sudiana mengatakan, informasi yang mengatakan, presentasi 30:70 persen penggunaan styrofoam dan ulatan bambu, seyogyanya adalah informasi lomba di Desa Kesiman.

“Itu adalah even mereka di desa, jadi beda dengan lomba di kota yang memang dengan tegas syaratnya 100 persen tanpa styrofoam,” tuturnya.




sumber : tribun
Share this article :

Pengunjung Blog Ini:


Recent Post

Popular Posts

The Others News

 
Support : Dre@ming Post | Dre@aming Group | I Wayan Arjawa, ST
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Badung - All Rights Reserved
Template Design by Dre@ming Post Published by Hot News Seventeen