Bentrok antara polisi dengan massa tak terhindari saat eksekusi supermarket Karya Sari, Selasa (20/8/2013). |
Eksekusi Lahan di Sesetan Ricuh
Denpasar - Eksekusi lahan seluas 7,15 are di Jalan
Pulau Saelus, Sesetan, Denpasar Selatan, berlangsung ricuh karena proses
eksekusi dihadang ratusan preman berbedan kekar, Selasa.
Kericuhan
memuncak ketika beberapa oknum preman tersebut melempari petugas
kepolisian yang tengah mengamankan proses eksekusi dengan batu hingga
mengakibatkan satu orang polisi, Bripka Pande Sugiarta terluka di bagian
mulutnya.
Anggota polisi tersebut akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Trijata, Denpasar.
"Kami
hanya mengamankan sesuai prosedur atas eksekusi dari pihak Pengadilan
Negeri. Ternyata di TKP (tempat kejadian perkara) sudah kumpul massa
yang dikumpulkan oleh oknum tertentu. Kami imbau untuk meninggalkan
lokasi bagi yang tidak berkepentingan," kata Wakil Kepala Polresta
Denpasar, AKBP I Gusti Kade Hari Arsana.
Menurut dia, pihak kepolisian telah mengimbau kepada pihak yang tidak berkepentingan untuk meninggalkan lokasi eksekusi.
Namun peringatan itu tidak digubris oleh ratusan pria berbadan kekar dengan pita oranye melingkar di setiap lengannya.
Meski
demikian, ratusan pria kekar itu tetap melakukan perlawanan terhadap
anggota kepolisian dengan tetap merangsek menghalangi proses eksekusi
oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Denpasar yang akan membongkar pagar
seng yang telah terpasang di salah satu bangunan pasar swalayan "Karya
Sari".
Petugas kepolisian kemudian mengejar dan
memukuli beberapa preman tersebut namun upaya tersebut belum cukup
menghalau aksi massa yang lebih menjurus pada aksi anarkis. Polisi
akhirnya menembakkan gas air mata untuk mengalau aksi anarkis massa
lebih lanjut.
Gas air mata itu efektif membuat suasana
di sekitar TKP kondusif kembali meski sejumlah personel kepolisian,
masyarakat, hingga awak media yang meliput juga terkena gas air mata
hingga mengakibatkan perih pada mata.
Ratusan Polisi Dikerahkan Amankan Eksekusi Lahan
Sedikitnya 175 personel kepolisian yang terdiri dari petugas Dalmas
dan Satuan Brimob Polresta Denpasar dan Polsek Denpasar Selatan
dikerahkan untuk menjaga proses eksekusi lahan sengketa seluas 7,15 are
di Desa Sesetan, Denpasar, Selasa.
"Kami kerahkan
sekitar 175 personel untuk menghalau aksi massa dari salah satu pihak
pendukung," kata Kepala Sub-Bagian Hubungan Masyarakat Polresta
Denpasar, AKP Ida Bagus Made Sarjana, Selasa.
Menurut dia, pengerahan ratusan personel itu untuk mengurai aksi massa yang berubah tak terkendali.
Petugas
tersebut berjaga-jaga di sekitar lahan yang disengketakan antara
penggugat yakni Putu Yudistira dengan tergugat yakni Nyoman Handris
Prasetya yang tak lain adalah paman penggugat.
Sementara
itu ruas jalan di sekitar lokasi yakni di pertigaan Jalan Pulau Saelus
dan Jalan Raya Sesetan nampak tersendat karena banyaknya personel
kepolisian serta oknum preman yang juga "pasang badan" di sekitar
lokasi.
Tidak diketahui pasti dari mana dan siapa yang
mengerahkan para pria berbadan kekar dengan pita melingkar di setiap
lengan mereka.
Diduga pengerahan massa itu dilakukan oleh salah satu pendukung para pihak yang tengah bersengketa.
Polisi lalu lintas juga nampak mengatur lalu lintas di sekitar lokasi yang merupakan salah satu jalur padat.
Banyaknya petugas polisi juga menyedot perhatian masyarakat sekitar yang penasaran melihat proses eksekusi.
Masyarakat Panik Akibat Eksekusi Lahan Ricuh
Masyarakat di sekitar di Desa Sesetan, Denpasar Selatan sempat panik
akibat proses eksekusi lahan seluas 7,15 are ricuh karena dihadang
ratusan preman berbadan kekar.
"Masyarakat kami ketakutan, bagaimana ini, tolong hargai kami," kata seorang warga Sesetan, Tommy, di Denpasar, Selasa.
Kericuhan
memuncak ketika sejumlah oknum pria kekar dengan pita oranye melingkar
di lengannya mereka melempari petugas kepolisian yang menjaga proses
eksekusi yang dilaksanakan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Denpasar.
Petugas
kepolisian akhirnya menghalau aksi anarkis massa tersebut dengan
menembakkan gas air mata sehingga bisa mengurai aksi preman tersebut.
Tak
hanya berhasil memukul mundur ratusan preman tersebut, gas air mata itu
juga malah membuat sejumlah anggota kepolisian, awak media, dan
masyarakat sekitar mengalami perih pada matanya.
"Mata saya terasa perih sekali dan nafas juga sesak," kata seorang wartawan stasiun televisi lokal, Made Murya.
Apalagi
di lokasi lahan eksekusi yang terletak di pertigaan Jalan Saelus dan
Jalan Raya Sesetan itu merupakan kawasan padat dan adanya sekolah yang
dekat dengan lokasi seperti SD Negeri 1 Sesetan dan Sekolah Harapan
mulai tingkat TK hingga SMA.
Sejumlah orang tua murid nampak panik dan menjemput anak-anak mereka untuk pulang lebih awal.
Wakil
Kepala Kepolisian Resor Kota Denpasar, AKBP I Gusti Kade Hari Arsana
mengaku bahwa pihaknya sebelumnya telah mengantisipasi hal itu dengan
memberitahukan pengamanan proses eksekusi itu ke sekolah terdekat.
"Kami
sudah koordinasikan. Tadi kami sempat masuk ke sekolah dan menyampaikan
bahwa ada eksekusi dan kami tetap sesuai prosedur (SOP)," ujarnya.
Eksekusi Rusuh, Ratusan Siswa Dievakuasi
Ratusan
polisi terlibat bentrok dengan massa gabungan Ormas saat eksekusi lahan
seluas 7,15 are di Swalayan Karya Sari, Jalan Pulau Saelus Sesetan,
Denpasar Selatan, Selasa (20/8) siang. Dalam bentrokan ini, puluhan
orang dilaporkan terluka. Selain itu, 163 siswa SDN 1 Sesetan yang
lokasinya berdampingan terpaksa dievakuasi ke rumah penduduk, setelah
beberapa dari mereka jadi korban semprotan gas air mata.
Bentrokan
antara ratusan personel Dalmas Polresta Denpasar vs ratusan pria
berbadan tegap dari beberapa Ormas (oragnisasi kemasyarakatan) pecah
saat petugas Pengadilan Negeri Denpasar akan mengeksekusi lahan sengketa
yang berada di Simpang Jalan Pulau Saelus dan Jalan Raya Sesetan.
Awalnya, ratusan pria berbadan tegap dari beberapa Ormas sudah terlihat
berjaga di lokasi sejak pagi. Tidak diketahui pasti, pihak mana yang
mengerahkan massa Ormas ini, apakah kubu tergugat atau penggugat. Dalam
sengketa ini, penggugatnya adalah I Putu Yudistira, sementara selaku
tergugat adalah I Nyoman Handris Prasetya yang notabene paman dari
penggugat.
Pantauan
di lapangan, sekitar pukul 10.30 Wita, Panitera PN Denpasar dan petugas
Badan Pertanahan Negara (BPN) mendatangi lahan sengketa untuk melakukan
pengukuran dan eksekusi lahan. Kedatangan petugas PN Denpasar dan BPN
ini mendapat pengawalan 150 personel kepolisian yang dipimpin langsung
Wakapolresta Denpasar, AKBP I Gusti Kade Budi Hari Arsana. Setelah
membacakan surat eksekusi, petugas PN Denpasar dan BPN mulai melakukan
pengukuran lahan sengketa. Saat itu pula, ratusan anggota Ormas yang
berkumpul di depan Swalayan Karya Sari langsung terlibat aksi saling
dorong dan baku hantam dengan ratusan polisi yang mengawal jalannya
eksekusi. Namun, aksi saling dorong tersebut hanya berlangsung sebentar.
Polisi
sempat mengamankan dua kuasa hukum tergugat, Daniar dan Satria, karena
diduga sebagai provokator aksi. Namun, bentrokan meledak saat petugas
kepolisian akan mengamankan salah seorang keluarga tergugat yang diduga
sebagai provokator. Ratusan massa Ormas berusaha melindungi keluarga
tergugat, sehingga kembali terjadi aksi saling dorong dengan polisi.
Saat aksi saling dorong itulah, seorang anggota Ormas melemparkan batu
ke wajah anggota Polri, Bripka Pande Sugiarta, hingga terluka. Korban
Pande Sugiarta kemudian dilarikan ke RS Polri Trijata Denpasar untuk
perawatan lukanya di bagian mulut. Melihat Bripka Pande Sugiarta
terkapar bersimbah dara karena lemparan batu, ratusan polisi bersenjata
gas air mata dan tongkat langsung menyerang massa Ormas. Polisi bukan
hanya menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa Ormas, namun
melakukan pemukulan.
Bukan
hanya itu, beberapa oknum anggota Dalmas Polresta Denpasar yang emosi
terlihat melakukan perusakan motor milik anggota Ormas yang diparkir di
sekitar lokasi. Sebagian lagi mengejar dan menghajar anggota Ormas yang
sudah lari tunggang langgang. Kebrutalan oknum polisi tidak berhenti
sampai di situ. Beberapa warga yang sedang menyaksikan kerusuhan juga
kena bogem mentah. Ada pula warga yang melintas di lokasi ikut terluka.
Akibat bentrokan saat eksekusi lahan ini, puluhan korban terluka. Satu
korban luka di antaranya polisi, satu lagi masyarakat umum, selebihnya
anggota Ormas mengalami kepala bocor dan memar. Salah satu korban
terluka diketahui mengalami patah tangan kiri. Korban patah tangan
diketahui bernama Agung Sastrawan, 32. Setidaknya, ada 5 korban terluka
yang dilarikan ke RS Sanglah secara bergelombang, sejak sdiamng pukul
13.00 Wita hingga pukul 14.30 Wita.
Empat
(4) korban di antaranya mengalami luka di bagian kepala hingga patah
tulang tangan, termasuk Joni Lombi, 37, I Ketut Silayasa, 37, dan Agung
Sastrawan. Sedangkan satu korban lagi yang dibawa ke RS Sanglah terkena
gas air mata, yakni Sri Artini, 21. Saat bentrokan terjadi, Sri Armitu
kebetulan lewat di Jalan Pulau Saelus Sesetan dari arah barat. Ibu rumah
tangga ini hendak pergi ke rumah temannya di kawasan Panjer, Denpasar
Selatan dengan naik motor. Tiba-tiba, dia terjungkal kena semprotan gas
air mata, hingga dilarikan ke RS Sanglah. Selain korban yang dilarikan
ke RS Sanglah, sekitar 163 siswa SDN 1 Sesetan terpaksa dievakuasi,
karena sebagian dari mereka terkena semprotan gas air mata yang justru
tertiup angin menuju sekolahnya.
“Ya,
terpaksa anak-anak kami evakuasi keluar dari sekolah, karena banyak
siswa yang matanya sakit terkena gas air mata ini,” ungkap salah seorang
guru SDN 1 Sesetan. Saat terkena gas air mata, puluhan siswa SDN 1
Sesetan menangis kesakitan dan ketakutan. Karena situasi kalut ini,
seluruh siswa kemudian dievakuasi para guru ke rumah penduduk terdekat.
Habis itu, mereka dipulangkan lebih awal ke rumahnya masing-masing.
Bukan hanya anak-anak SD, siswa-siwi SMPK I Harapan dan SMAK Harapan
yang lokasinya dis ebelah utara lahan seknketa tempat eksekusi kemarin
siang, juga harus dipulangkan lebih awal. Terganggunya proses belajar
mengajar para siswa SDm, SMK, dan SMA ini membuat berang warga sekitar.
Bahkan, warga keluar rumah, kemudian mendatangi lokasi kerusuhan di
Swalayan Karya Sari, setelah terdengan kulkul bulus (suara kentongan dat
di bale banjer bertalu pertanda bahaya).
Mereka
protes ke arena eksekusi. Sementara, Wakapolresta Denpasar AKBP I Gusti
Kade Hari Arsana mengaku pihaknya sejak awal telah mengantisipasi
segala kemungkinan, dengan memberitahukan proses eksekusi itu ke sekolah
terdekat. "Kami sudah koordinasikan. Tadi kami sempat masuk ke sekolah
dan menyampaikan bahwa ada eksekusi dan kami tetap sesuai prosedur
(SOP)," ujar Hari Arsana. Terkait tembakan gas air mata yang
bertubi-tubi, Hari Arsana berdalih tindakan petugas kepolisia sudah
sesuai prosedur. Para siswa menjadi korban karena arah angin yang tidak
menentu, membuat mereka terkena gas air mata. "Kami juga sudah mengimbau
agar warga yang tidak berkepentingan menghindar dari lokasi sengketa,"
dalihnya.
Selain
itu, kata Hari Arsana, tembakan gas air mata terpaksa dilakukan karena
massa Ormas yang bertahan di lokasi eksekusi melakukan perlawanan dengan
cara melempar batu, kayu, dan material lainnya ke arah petugas. Bahkan,
salah satu personel polisi terluka di bagian bibir akibat terkena
lemparan batu. "Lemparan massa terjadi serentak dengan jumlah yang
sangat banyak, sehingga untuk meredam suasana, kita terpaksa menembakan
gas air mata ke kerumunan massa. Pada saat yang sama, arah angin yang
tidak menentu sehingga gas air mata tersebut menyebar ke mana-mana
termasuk mengenai para siswa dan warga sekitar." Sementara itu, setelah
situasi dianggap kondusif pasca bentrok polisi vs massa Ormas kemarin
siang, juru sita PN Denpasar melanjutkan proses eksekusi lahan sengketa.
Petugas PN Denapasar terlebih dulu mengosongkan salah satu bangunan di
lahan sengketa tersebut, yakni Swalayan Karya Sari, sebelum akhirnya
dibongkar.
Kasus
sengketa tanah keluarga ini mencuat tahun 1999 antara Putu Yudistira
(selaku penggugat) vs Nyoman Handris Prasetya (tergugat). Keponakan dan
paman ini saling mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya, berdasarkan
sertifikat yang dimiliki. Pihak tergugat Nyoman Handirs Prasetya melalui
kuasa hukumnya, Yoga Satria, menyatakan eksekusi tersebut tidak bisa
dilaksanakan karena saat ini kliennya tengah melakukan perlawanan hukum
di PN Denpasar. Yoga juga menilai lahan yang dieksekusi salah sasaran,
karena lahan milik penggugat yakni pipil 27 yang justru berada pada
lahan milik kliennya yakni pipil 35 sesuai dengan putusan Mahkamah
Agung, 4 Juni 1981. Namun, sebagaimana dilansir Antara, Selasa kemarin,
mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung, kasus
sengketa tanah keluarga ini dimenangkan Putu Yudistira, berdasarkan
sertifikat yang diterbitkan BPN Denpasar.
NasDem: Bentrokan Eksekusi Lahan Pengaruhi Pariwisata Bali
Ketua DPW Partai Nasional Demokrat (NasDem) Bali Ida Bagus Oka
Gunastawa menilai bentrokan yang terjadi saat eksekusi lahan di Jalan
Pulau Saelus, Sesetan, Denpasar Selatan, sangat mempengaruhi
perkembangan pariwisata Bali.
"Akibat bentrokan itu
para wisatawan yang ada di Bali maupaun yang akan berkunjung ke Pulau
Dewata akan meragukan keamanan dan kenyamannya ketika berada di Bali,"
ujarnya saat dihubungi di Denpasar, Selasa.
Dirinya mengaku yakin bahwa pasti akan banyak solusi dalam melakukan eksekusi lahan tersebut untuk menghindari bentrokan.
"Sebagai masyarakat Bali sebaiknya menjaga kemanan dan kenyamanan Pulau Dewata. Bukannya malah merusak," ucapnya.
Menurut
dia, jika sudah terjadi bentrokan seperti itu, akan dibutuhkan waktu
lama untuk memulihkan situasi kenyamanan dan kemanan bagi para wisatawan
yang berlibur ke Pualu Dewata.
"Bali merupakan tujuan
pariwisata sehingga bagi masyarakat pribumi sebaiknya menjaga lingkungan
dari ancamanan tersebut. Bukannya mempropokasi," ujar dia mengingatkan.
Dia menyarankan kepada kedua belah pihak yang
bersengketa dalam kasus tersebut untuk menyelesaikan melalui jalur
hukum, tanpa menggunakan sikap yang mengedepankan sikap kekerasan.
propinsibali.com______________
sumber : antarabali, nusabali