Senin, 7 Nopember 2011, 07:59
DENPASAR - Audit terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali yang banyak ditemukan penyimpangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Bali termasuk belum disetorkannya pajak minuman beralkohol (mikol) sebesar Rp 26,9 miliar membuat uring-uringan kalangan DPRD Bali. Pajak mikol yang diduga macet karena masalah label edar mikol tersebut diminta ditindaklanjuti eksekutif. Bahkan Dewan meminta pejabat terkait ditegur, karena adanya temuan tersebut.
Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya, Minggu (6/11) mengatakan, masalah pajak minuman beralkohol yang akhirnya menjadi temuan BPK, diduga terkait dengan masalah label edar mikol sebelumnya yang telat dicetak. Saat itu ada persoalan, dimana masalah tender label edar timbul gugat menggugat antara Pemprov dengan pemenang tender.
Arjaya meminta eksekutif agar memberikan peringatan dan sanksi kepada pejabat di SKPD terkait. “Pajak mikol ini sudah sejak dulu kita perkirakan akan bermasalah. Karena lamanya kasus label edar mikol, akhirnya
label edar yang merupakan pemasukan bagi daerah lama kosong,” tegas Arjaya.
label edar yang merupakan pemasukan bagi daerah lama kosong,” tegas Arjaya.
Dalam audit BPK, ditemukan adanya pendapatan pajak dari peredaran minuman beralkohol (mikol) di Bali sebesar Rp 26,9 miliar belum masuk ke PAD. Hal ini diduga sebagai pemicunya adalah kisruh tender label edar mikol sebelumnya. Bahkan kasus ini sampai ke pengadilan karena pihak pemenang tender melakukan gugatan. “Jangan sampai persoalan ini nantinya menjadi mengarah ke persoalan pidana, kalau tidak ada tindaklanjut,” tegas politisi PDIP asal Sanur Denpasar Selatan ini.
Selain soal pajak mikol, pendapatan asli daerah dari pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) juga bermasalah versi audit BPK. Sedangkan pendapatan dari pemungutan pajak air permukaan, masih ditemukan kurang penyetoran ke kas daerah. Kekurangannya mencapai Rp 94,9 juta.
Penatausahaan pajak ABT juga dinilai oleh BPK tidak memadai. PAD yang diperoleh dari 5 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang besarnya Rp 100,1 juta tidak kelihatan dan setoran PAD 2 SKPD tahun
2010 juga terjadi keterlambatan penyetoran, yang besarnya mencapai Rp 748 juta.
2010 juga terjadi keterlambatan penyetoran, yang besarnya mencapai Rp 748 juta.
Yang mengejutkan penggunaan biaya petugas di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemprov Bali sebesar Rp 362 juta dinilai BPK tidak sesuai dengan ketentuan. Masih ada temuan lainnya yakni soal tarif restribusi di Taman Budaya, Art Centre Denpasar dinilai melebihi tarif. Tidak disebutkan dalam data tersebut dari berapa tarif awal sehingga disebutkan tidak sesuai tarif. Masih di persoalan Art Centre, BPK juga menemukan pendapatan sewa stand pada perhelatan PKB (Pesta Kesenian Bali) terjadi persoalan. Sewa stand yang sering disoroti Gubernur Made Mangku Pastika setiap perhelatan PKB ini dalam pemeriksaan BPK ditemukan dana hasil dari pendapatan sewa stand pameran sebesar Rp 426 juta kurang disetor ke kas daerah. Selain biaya sewa stand juga ditemukan kekurangan penyetoran dari UPT Kebudayaan sebesar Rp 19 juta.
Sementara Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali, Ketut Teneng, menyebutkan penyerahan audit dari BPK kepada Gubernur, eksekutif memiliki waktu 60 hari yang diberikan BPK terkait hasil audit itu untuk menindaklanjuti. “Pemprov Bali tentunya sudah melakukan evaluasi. Kita punya waktu 60 hari untuk itu,” ujar Teneng.
sumber : NusaBali