Papan petunjuk lokasi penjualan menu daging anjing di Denpasar |
DENPASAR - Menurut perkiraan Bali Animal Welfare Association (BAWA), permintaan daging anjing untuk konsumsi di Bali sudah relative tinggi.
Hal tersebut dapat dilihat dari makin maraknya warung-warung RW yang tersebar di seluruh Bali.
Warung-warung itu memang tidak menyebut menjual daging anjing, tetapi pada umumnya secara terang-terangan menyatakan menyediakan RW.
Di kawasan Denpasar Selatan, misalnya, terdapat beberapa tempat yang dengan jelas menjual menu RW dengan pilihan-pilihan: ada yang basah, ada yang kering.
Begitu juga di Denpasar Timur.
"Lihat saja sekarang, warung RW makin marak di Bali. Ini tandanya makin tinggi kebutuhan daging anjing untuk konsumsi di Bali," kata I Gusti Bagus dari BAWA, Selasa (29/9/2015).
Anjing sebagai menu makanan inilah yang tampaknya luput dari perhatian Pemprov Bali ketika berbicara tentang penanggulangan rabies di provinsi ini.
Sebab, sejauh ini upaya pemberantasan rabies di Bali masih berfokus pada pencegahan dan penanggulangan yang terkait dengan gigitan anjing.
Padahal, menurut Bali Pet Crusaders, penularan rabies bisa juga melalui daging anjing.
Sebab, daging-daging anjing yang jadi menu makanan itu di antaranya diduga berasal dari anjing liar atau bahkan curian dengan cara diracun.
Sejauh ini juga tidak ada proses pemotongan dan pengolahan daging anjing yang memiliki standar higienitas, karena memang tidak ada rumah pemotongan anjing yang resmi.
Untuk jadi menu makanan, anjing-anjing biasanya dibantai lebih dahulu, dan kemudian baru dipotong.
"Jika proses mematikan anjing itu dengan diracun (karena merupakan anjing curian, red), maka otomatis residu racun akan ikut termakan oleh orang yang mengkonsumsi daging anjing tersebut," kata drh Nana, Kepala Bali Pet Crusaders, saat dihubungi, Selasa (29/9/2015).
Menurut Nana, daging anjing yang disebut-sebut berkhasiat untuk meningkatkan stamina dan libido hanyalah mitos.
Bagi dia, memakan daging anjing sama sekali tidak memberikan dampak apapun bagi kesehatan.
“Saya rasa memakan daging anjing sama sekali tidak memberikan khasiat apa-apa," ujar Nana.
Ia menambahkan, pada masyarakat tertentu, secara budaya mengkonsumsi daging anjing memang susah untuk diubah karena sudah menjadi kebiasaan.
"Namun, kini makin berkembang kesadaran bahwa anjing adalah jenis hewan peliharaan yang seharusnya tidak dikonsumsi. Anjing bukanlah bahan makanan," jelas Nana.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ebony Owens dari BARC (Bali Animal Rescue Centre).
“Mengapa orang Bali memakan daging anjing? Saya kira, itu tidak ada dalam tradisi Bali atau Hindu,” kata Owens kemarin.
“Anjing adalah hewan peliharaan yang jadi kawan bagi manusia. Mengapa manusia malah menyakiti kawan terbaiknya. Rumah makan RW jelas-jelas keliru secara moral,” imbuhnya.
sumber : tribun