Karya seni instalasi Made Bayak dan Billle Parsons berwujud monster sampah ditampilkan di Tukad Badung, Denpasar, Jumat (2/9/2015) |
DENPASAR - Sepanjang aliran Tukad Badung, Denpasar, Bali yang menjadi batas antara Pasar Badung dan Kumbasari tampak berbeda, Jumat (2/10/2015).
Tepat di atas aliran sungai ini tampak sebuah instalasi yang menyerupai jukung mengambang terombang-ambing oleh arus sungai.
Instalasi ini bukan instalasi biasa.
Inilah karya hasil kolaborasi seniman lokal Bali, Made Bayak, dan seniman asal Australia, Bille Parsons.
Keduanya merespon keadaan sungai di Bali saat ini yang sudah kotor dan tercemar.
Untuk menggambarkan kondisi tersebut, Bayak dan Bille membuat instalasi monster yang tersangkut dengan sampah-sampah.
“Kami sepakat untuk membuat konsep monster yang tersangkut sampah-sampah plastik di punggungnya,” ujar Bayak.
Terbuat dari barang-barang bekas, berupa drum, pipa paralon, serta botol-botol plastik, instalasi ini pun menampilkan beberapa simbol.
Di antaranya simbol hazard berwarna kuning yang tertera di badan monster.
Simbol ini ingin menceritakan sifat manusia yang sudah tahu membuang sampah ke sungai tidak baik tapi masih terus dilakukan.
"Ini yang juga ingin disampaikan dari instalasi kami,” jelas Bayak.
Sebagai simbol kolaborasi, mereka juga menampilkan dua tengkorak.
Satu berbentuk kangguru sebagai simbol Bille dari Australia dan tengkorak babi untuk Bayak yang berasal dari Bali.
Tak hanya mereka berdua yang menampilkan karyanya.
Namun ada puluhan seniman lainnya dari Indonesia dan berbagai negara di seluruh dunia yang turut berpartispasi dalam pameran yang diselenggarakan oleh Micro Galleries.
Ada 12 seniman Indonesia dan 12 dari Australia. Dari Indonesia ada Made Bayak, David Permadi, Saichu Anwar, Yuni Bening, Syaifudin Vifick dan yang lainnya.
Sementara dari Australia antara lain Bille Parsons, Chuck Scalin, Erlend Depine, Noel Wilson, Elissa Ericksson dan banyak lagi.
Mereka menampilkan berbagai karya seni, yang tidak hanya berupa lukisan dan instalasi.
Namun ada juga foto-foto, komik, dan berbagai seni visual yang disuguhkan di sepanjang Gang Ternate, tepat di sebelah area Pasar Badung.
Hal ini pun mengundang respon dari masyarakat lokal sekitar.
Mereka cukup tertarik melihat apa yang disuguhkan oleh para seniman ini.
Sesuai dengan tujuan diadakannya pameran ini, yang mana ingin mengubah pemikiran bahwa berkesenian tidak hanya melulu di sebuah studio dan galeri.
Bahkan di ruang publik pun bisa dilakukan dan semua orang bisa menikmati karya seni itu sendiri.
Dengan konsep Changing The World, in Small and Creatives Ways, Micro Galleries ingin mengubah pemikiran kolot tentang jarak antara seniman dan masyarakat sebagai penikmat seni, yang hingga sekarang masih tampak terkotak-kotak.
“Art is for everyone not just for people with money. We want to break that perception,” ujar Kat Roma Greer, Artistic Director Micro Galleries.
Seperti makna di balik instalasi yang ditampilkan Bayak dan Bille, lewat exhibiton ini, Micro Galleries juga ingin menunjukkan bahwa lewat sebuah karya seni, orang bisa memaknai isu sosial yang tengah terjadi di lingkungan sekitarnya dengan cara yang positif.
“That street art isn’t just graffiti and vandalism, but a way to reactivate spaces in a community and change a town into a fun, exciting, curious and wonderful canvas of works,” ujar wanita asal Australia ini.
Pameran ini akan berlangsung hingga Jumat (16/10/2015) mendatang.
Tak hanya pameran, namun ada live interaction yang berlangsung hingga hari ini, Sabtu (3/10/2015), berupa workshop di area pasar, artist talks, hingga moving image night yang rencananya akan berlangsung di Lingkara Laboratorium di Jalan Merdeka, Renon.
sumber : tribun