DENPASAR - Maka, persidangan pun langsung dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Sementara, dua saksi suami istri beber penderitaan yang dialami korban Engeline semasa hidup dalam sidang dengan terdakwa Agustinus Tay Hamdamai, 26, Selasa kemarin.
Majelis hakim menilai eksepsi yang diajukan terdakwa Margriet melalui kuasa hukumnya, Hotma Sitompul, bertentangan dengan KUHP dan tidak bisa dilihat perkaranya. "Berdasarkan pertimbangan, majelis hakim menolak eksepsi seluruhnya, karena menganggap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) jelas dan lengkap. Mempersilakan JPU untuk melanjutkan pemeriksaan dengan hadirkan saksi, juga bukti," tandas Ketua Majelis Hakim, Harris Sinaga, saat bacakan putusan sela di PN Denpasar, Selasa kemarin.
Sementara itu, pasangan suami istri (pasutri) Rahmat Handono dan Susiani, yang merupakan penghuni kos di rumah Margriet, Jalan Sedap Malam 26 Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur dihadirkan sebagai saksi untuk sidang pembunuhan Engeline dengan terdakwa Agustinus Tay Hamdamai (pembantu di rumah Margriet), di PN Denpasar, Selasa kemarim. Dalam kesaksiannya, pasutri Handono dan Susiani menceritakan bagaimana penderitaan Engeline semasa hidupnya hingga ditemukan tewas mengenaskan di kandang ayam belakang rumah ibu angkatnya, Margriet.
Kedua saksi pasutri yang mendapat pengawalan khusus dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) ini dihadirkan bersamaan oleh JPU Ketut Maha Agung cs, guna memberikan keterangan di hadapan majelis hakim pimpinan Edward Harris Sinaga.
Awalnya, pasutri Handono dan Susiani menceritakan bagaimana kehidupan Engeline setiap harinya yang penuh dengan penderitaan. “Kondisinya memang sehat, tapi tubuhnya kurus sekali. Beda dengan teman-teman seusianya,” jelas saksi Susiani.
Saksi Susiani mengatakan, bocah Engeline diharuskan bangun tidur sebelum jam 06.00 Wita dan langsung mengurus sekitar 500 ekor ayam peliharaan Margriet di belakang rumahnya. “Kalau pagi sebelum pukul 06.00 Wita, Engeline memberi makan untuk 500 ekor ayam, lalu mengurus 20 ekor kucing dan 5 ekor anjing. Sedangkan Bu Tely (panggilan Margriet, Red) biasa bangun sekitar jam 08.00 Wita,” jelasnya.
Setelah pekerjaan itu selesai, barulah bocah Engeline bisa bermain dan bersiap untuk sekolah (SDN 12 Sanur, Denpasar Selatan) sekitar pukul 11.00 Wita. Susiani mengatakan, setiap harinya Engeline harus jalan kaki sejauh 2 kilometer untuk bisa sampai di sekolah. Sepulang sekolah, Engeline juga diharuskan mencuci ratusan tempat minum ayam. “Kalau ada ayam yang hilang, Engeline dihukum tidak boleh masuk rumah sampai malam hari,” terang Susiani.
Susiani mengakui hampir setiap hari selalu mendengar jeritan Engeline yang dimarahi oleh Margriet. Maklum, kamar Susiani dan suaminya terletak tepat di depan kamar Engeline, yang hanya dipisahkan sekat di teras. Bahkan, sehari sebelum Engeline dinyatakan menghilang pada 16 Mei 2015, Susiani mengaku masih mendengar teriakan bocah malang itu dari kamarnya.
Menurut Susiani, terdakwa Agus Tay juga sempat cerita jika Engeline habis dipukuli Margriet sampai hidung dan telinganya mengeluarkan darah. “Waktu itu, saya hanya dengar Engeline teriak ‘sakit mami, ampun mami!’,” kenang saksi Susiani menirukan suara Engeline.
Kemudian, pada hari menghilangnya Engeline dari rumah, Susiani mengaku sempat bertemu terakhir kali dengan bocah malang itu sekitar pukul 12.30 Wita, sebelum dia berangkat kerja. Saat itu, Susiani melihat Engeline masih berada di rumah bersama Margriet dan Agus Tay. Sepulang dari kerja, Susiani mendapat laporan dari Agus Tay dan Margriet yang menunggunya di depan rumah bahwa Engeline menghilang. “Waktu itu, saya bilang masak sih Engeline hilang, kan dia tidak per-nah keluar rumah. Coba cek dulu siapa tahu dia keletihan,” tutur Susiani.
Susiani juga sempat minta Margriet untuk mengecek mobil Kijangnya yang berada di samping rumah. Namun, Margriet mengatakan sudah mengeceknya. Malah, Margriet sempat menanyakan apakah Susiani meliaht dua orang yang siangnya sempat mengintip-intip rumah? Susiani menjawab tidak tahu. “Saya juag disuruh menanyakan hal itu ke tetangga depan rumah. Tapi, saya bilang supaya Margriet dan Agus Tay yang menanyakan ke tetangga,” katra Susiani.
Setelah dinyatakan menghilang 16 Mei 2015, rumah Margriet didatangi sahabatnya, Rohana. Juga datang putri kandung Margriet, Yvonne, 37, yang akhirnya melaporkan kejadian hilangnya Engeline ke polisi. Kasus hilangnya Engeline ini lantas jadi heboh, sampai Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mendatangi rumah Margriet.
Saat itu, Margriet juga sempat marah kepada Agus Tay, hingga mengeluarkan senjata kelewang. “Waktu itu, Bu Tely marah karena Agus Tay menyuruh anjing berhenti menggonggong, hingga sampai mengeluarkan kelewang.”
Setelah itu, sekitar 26 Mei 2015, Margriet mengatakan jika Agus Tay sudah berhenti bekerja di rumahnya. Sebagai gantinya, Margriet memperkerjakan Dewa Raka untuk menjadi security di rumah. Sekitar 4 Juni 2015, Dewa Raka sempat cerita ke pasutri Handono dan Susiani seraya mengaku lihat Margriet mengendus-endus gundukan tanah di belakang kandang ayam. Akhirnya, gundukan tanah itu diketahui sebagai kuburan Engeline.
“Waktu itu Dewa Raka kebelet kencing, dia lihat Margriet di belakang kandang ayam menginjak-injak tanah sambil mengendus-endus bau sesuatu,” terang Susiani. Selain itu, Susiani juga menceritakan curhat Franky yang sempat 3 bulan kerja dan tinggal di rumah Margriet. Dalam curhatnya, Franky mengatakan Margriet sering memukul Engeline hingga berdarah-darah.
sumber : NusaBali