Ranperda Perlindungan Disabilitas belum mengatur sanksi pidana terhadap perusahaan yang menolak mempekerjakan penyandang disabilitas. |
DENPASAR - DPRD Bali akhirnya menuntaskan dua rancangan peraturan daerah (ranperda), dalam sidang paripurna, Jumat (23/10), di gedung dewan Jalan Kusumaatmaja Niti Mandala Denpasar. Dua ranperda dimaksud yakni Ranperda Arahan Pengaturan Zonasi (APZ) dan Ranperda Perlindungan dan Pemenuhan Penyandang Disabilitas, diketok palu. Ranperda ini tinggal diverifikasi ke Mendagri untuk disahkan menjadi perda.
Sidang paripurna kemarin diawali dengan laporan masing-masing pimpinan pansus yakni Ketua Pansus APZ I Kadek Diana dan Wakil Ketua Pansus Perlindungan Disabilitas Utami Dwi Suryadi. Sidang dipimpin Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama, dihadiri Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Wagub Ketut Sudikerta serta pejabat SKPD Pemprov Bali. Yang menarik kemarin dalam laporan Pansus Perlindungan Disabilitas juga mengundang penyandang disabilitas dari beberapa yayasan. Penyandang disabilitas tersebut didampingi penterjemah sehingga mereka mengerti jalannya sidang terkait dengan perlindungan bagi penyandang disabilitas.
Wakil Ketua Pansus Ranperda Perlindungan dan Pemenuhan Penyandang Disabilitas Utami Dwi Suryadi, usai sidang paripurna, mengatakan, dengan Perda Perlindungan untuk penyandang disabilitas diketok palu, tidak ada alasan lagi perusahaan menolak penyandang disabilitas untuk bisa diterima bekerja.
“Sekarang di perda ini sudah diatur dan diwajibkan 100 pekerja minimal 1 orang cacat bisa ditampung. Dan setiap perusahaan itu kami sudah atur, mereka wajib mempekerjakan orang cacat. Kalau dari 100 naker, minimal 1 orang penyandang disabilitas masuk di dalamnya. Itu sudah bunyi perda,” ujar Utami.
Politisi Demokrat asal Dapil Denpasar ini mengatakan pihak dewan akan memantau sejumlah perusahaan di Bali yang masih menolak penyandang disabilitas. “Kualifikasi pekerjaan untuk mereka (penyandang disabilitas) kan memang sudah diatur dalam perda, tetapi selama ini kita masih sering dengar orang cacat ditolak. Kualifikasi memang sulit, tetapi kan bisa disiasati,” tegas anggota Komisi IV DPRD Bali, ini.
Utami mengatakan Ranperda Perlindungan Disabilitas memang belum mengatur sanksi pidana terhadap perusahaan yang menolak mempekerjakan penyandang disabilitas. Namun sanksi administrasi sudah cukup. Misalnya teguran kepada perusahaan yang berani menolak orang cacat untuk bekerja.
“Kalau sanksi administrasi saja cukup. Kendalanya kan kita juga harus pahami kualifikasi bagi orang cacat juga susah. Prinsip penyusunan perda ini keadilan untuk orang cacat dan tidak saklek dengan kemampuan perusahaan,” ucap Utami.
Berdasarkan data yang dikantongi Pansus Penyandang Disabilitas di Provinsi Bali tahun 2013 jumlah penyandang disabilitas di Bali mencapai 20.817 orang. Mereka terdiri dari 11.081 orang (53,23 persen) laki-laki dan 9.736 oramg (46,77 persne) perempuan. Pemprov Bali selama ini cukup perhatian dengan penyandang disabilitas.
“Dalam pelaksanaan aturan perda ini kami akan pantau terus ke depan. Kami bisa data perusahaan-perusahaan dulu, termasuk naker orang cacat yang ditampung. Kami khawatir juga praktiknya. Jangan sampai hanya dipekerjakan dan ditampung, tetapi di dalam malah ada perlakuan diskriminasi. Mudah–mudahan sih tidak ya?” harap Utami.
Utami menyebutkan World Health Organization (WHO) mencatat jumlah penyandang disabilitas meningkat 10 persen menjadi 15 persen dari keseluruhan jumlah penduduk di dunia. Faktor penyebab terjadinya disabilitas adalah beragam. Karena bencana alam, karena perubahan iklim, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, penyakit kronis, kesehatan, reproduksi atau faktor genetikal, hingga kasus lain.
Banyaknya penyandang disabilitas yang berasal dari keluarga ekonomi lemah kurang diperhatikan dalam pemenuhan hak-hak dasar. “Pelayanan pendidikan dan kesehatan misalnya. Penyandang cacat sering diperlakukan diskriminatif. Termasuk juga segi sosial dan politik, permasalahan yang sering terjadi di Bali berkaitan dengan pelayanan publik, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat,” kata Utami.
Adi Wiryatama seusai sidang paripurna mengatakan penyelesaian dua ranperda yakni APZ dan Ranperda Perlindungan dan Penyandang Disabilitas secara maraton dibahas dan dikebut oleh pansus. “Dua produk hukum ini bisa ketok palu tepat waktu. Sehingga teman-teman di dewan bisa fokus lagi mengerjakan program kegiatan kerakyatan yang lain. Kami masih punya banyak agenda, APZ dan Disabilitas tidak ada masalah lagi dan segera bisa diterapkan di Provinsi Bali,” kata Adi Wiryatama.
Sumber : NusaBali